Sabtu, 28 Juli 2007

Dewangga, Kelas 2 SMP, Vihara Karuna Mukti, Bandung

0

Liburan ke Pulau Sempu


Saat liburan semester satu saya pergi liburan ke pulau Sempu, saya mengetahui lokasi tersebut dari internet. Maka kami pun berangkat ke sana untuk menghindari macet kami berangkat malam hari. Di tengah perjalanan kami berhenti di Solo untuk beristirahat. Kami menginap di Novotel karena hotel tersebut memiliki kolam renang, kami berenang untuk menjaga kebugaran mengingat perjalanan kami masih jauh.


Setelah membereskan barang-barang di kamar hotel tak terasa perut kami terasa lapar karena hari semakin siang. Pada awalnya kami berencana mencari makanan tradisional kota Solo namun karena hari sangat panas, badan lelah dan mengantuk karena semalaman tidak tidur akhirnya kami putuskan cari makan di dekat hotel.

Keesokan harinya setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Malang. Dalam perjalanan, kami melihat pemandangan yang sangat indah. Salah satunya adalah Waduk Karangkates yang membendung sungai Berantas. Bendungan tersebut adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang mensuplai listrik untuk Jawa Timur. Menjelang malam, sekitar jam 6 sore kami sampai di Malang. Udaranya dingin seperti di Bandung. Demi melemaskan otot-otot, walaupun dingin kami putuskan untuk berenang. Untung ibu saya sebelumnya telah menelepon untuk mencari hotel sehingga kami tidak sulit untuk mendapatkan hotel.

Walaupun kami mendapat informasi yang cukup lengkap tentang pulau Sempu dari internet tapi berhubung belum pernah ke sana, ayah pun mencari informasi. Kebetulan di sana ada pemandu yang pernah ke pulau Sempu sehingga kami mendapat informasi yang lebih lengkap.

Keesokan harinya setelah sarapan kami berangkat menuju Sendangbiru. Sendangbiru adalah sebuah desa kecil di tepi samudra Indonesia. Penduduk d sana tidak terlalu banyak dan hanya memiliki satu jalan raya yang bisa dilalui mobil. Jalan tersebut berbentuk lingkaran, sehingga kami tidak akan tersesat, karena ke manapun kami pergi, kami akan kembali ke tempat semula. Mata pencaharian penduduk Sendangbiru adalah bertani pisang dan nelayan. Ikan tangkapan nelayan sangat beragam dan berlimpah. Dalam perjalanan menuju Sendangbiru kami melewati gunung-gunung dan pohon jati. Berhubung musim kemarau maka pohon-pohon jati dan ladang-ladang terlihat kering dan berwarna kecoklatan.

Setelah menepuh perjalanan ± 4 jam kami tiba di tepi pantai yang berair biru dan berpasir putih. Rupanya kami sudah sampai di Sendangbiru. Sendangbiru dalam bahasa Jawa berarti air yang jernih kebiruan. Ternyata sesuai dengan namanya karena air lautnya sangat jernih dan pasir di dasar laut berwarna putih sehingga air laut terlihat kebiruan. Untuk masuk ke pantai wisata harus membeli tiket seharga Rp 2.500 per orang dan Rp 10.000 untuk parkir kendaraan. Berhubung kami berniat menginap maka kami pun harus membayar ijin menginap sebesar Rp 25.000 per rombongan kepada petugas polisi hutan. Polisi itu sangat baik, ia membantu kami mencarikan pemandu dan perahu. Tarif untuk pemandu sebesar Rp 50.000 per hari, sedangkan tarif sewa perahu Rp 75.000 untuk pulang dan pergi.

Jarak dari pulau Sendangbiru ke pulau Sempu tidak jauh. Dari pantai tempat kami berdiri, pulau Sempu sudah terlihat jelas berwarna hijau dan rimbun dengan pohon-pohon yang besar dan lebat, karena itu termasuk daerah yang dilindungi. Tak lama kemudian perahu yang kami tunggu tiba dalam waktu hanya 15 menit kami pun tiba di Pulau Sempu.

Keadaan di sana sangat sepi karena tidak berpenghuni. Di pulau Sempu terdapat 2 danau yaitu danau air asin dan danau air tawar. Penduduk setempat menamakan danau air tawar dengan nama “Telogo Lele” karena danau tersebut dihuni oleh ikan lele yang banyak. Sedangkan yang akan kami kunjungi adalah danau air asin yang dinamakan “Segoro Anakan” yang berarti laut kecil. Untuk mencapai danau tersebut kami harus berjalan 2 kilometer. Karena jalannya jarang dilalui manusia, sehingga banyak ditumbuhi pohon dan akar pohon yang menyulitkan perjalanan. Apalagi rombongan kami membawa adik kecil sehingga perjalanan cukup memakan waktu yang lama. Selama perjalanan kami jumpai rusa dan monyet dan akhirnya kami pun tiba di danau. Kami segera menyiapkan tenda kami, hari mulai senja. Segoro Anakan merupakan danau air asin yang terbentuk karena tumpukan kerang-kerang yang membentuk atol (pulau karang). Danau ini dikelilingi tebing-tebing tinggi, di salah satu tebingnya terdapat lubang besar yang mengaliri danau dengan air laut dari samudera Indonesia. Di samping itu, ada air tawar dari dasar danau dan tebing sisi lain yang mengalir ke Segoro Anakan sehingga airnya menjadi tidak terlalu asin.

Karena dikeliling tebing yang tinggi, alam di Segoro Anakan menjadi lebih cepat gelap, matahari terhalang oleh tebing. Tak lama, hari pun menjadi gelap dan kami mulai menyiapkan api unggun dan makan malam. Setelah makan, alam di sekeliling kami pun betul-betul menjadi sangat gelap. Kami pun mengobrol sambil berbaring di pasir dan memandang langit yang berbintang. Kami mencari bintang jatuh tapi tidak satu pun yang terlihat, sampai akhirnya kami mengantuk dan pergi tidur. Dari dalam tenda kami sempat mendengar suara rusa dan burung-burung malam bernyanyi, saya berpikir hari telah larut, ternyata baru jam 8 malam.

Keesokan paginya kami terbangun oleh kicauan burung dan deburan ombak yang menghantam karang. Kami pun berenang dan menikmati Segoro Anakan, karena sebentar lagi kami harus segera berkemas dan meninggalkan Segoro Anakan.

Perjalanan pulang terasa lebih berat karena jalan yang kami lalui banyak mendaki dan tubuh kami terasa pegal karena perjalanan kemarin. Setelah menunggu perahu akhirnya kami berlayar menuju Sendangbiru. Setelah sehari semalam tinggal di tempat yang tidak berpenghuni, desa sekecil Sendangbiru pun terasa ramai dan menarik. Saya menjadi kangen akan keramaikan kota Bandung dan ingin segera pulang.

Liburan kali ini terasa sangat istimewa dan berkesan karena tempat yang kami kunjungi sangat jarang didatangi orang. Liburan kali ini menjadi liburan yang sangat menyenangkan dan tidak terlupakan.